@## Dialektika Dan Refleksi Kritis Realitas “Sustainability” Dalam Praktik Sustainability Reporting




  • Judul Jurnal : Dialektika Dan Refleksi Kritis Realitas “Sustainability” Dalam Praktik Sustainability Reporting : Sebuah Narasi Habermas

    Kategori : Jurnal Akuntansi Manajemen dan Keprilakuan (AKMK) – Simposium Nasional Akuntansi XIV (SNA 14)

    Penulis : I Gusti Ayu Agung Omika Dewi (Fakultas Ekonomi Universitas Pendidikan Nasional), Gugus Irianto, Eko Ganis Sukoharsono (Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya)

    ABSTRACT

    Penelitian ini bertujuan untuk mencapai pemahaman tentang realitas keberlanjutan yang tercermin dalam praktek pelaporan keberlanjutan pada Badan Usaha Milik Negara dari sektor tambang yang go public di Bursa Efek Indonesia. Paradigma penelitian ini berbeda dengan penelitian akuntansi sebelumnya yang menggunakan teori legitimasi sebagai alat analisis. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dialektika kritis pada dokumen untuk mencerminkan kenyataan keberlanjutan dalam praktek pelaporan keberlanjutan menurut bingkai perspektif Habermas yang dikenal sebagai: (1) Keberlanjutan Pseudo, (2) Wajib Keberlanjutan, dan (3) Humanisme Keberlanjutan. Penggunaan bingkai perspektif Habermas sebagai instrumen analisis diharapkan dapat memberikan consciousment dan enlighment dalam melakukan praktek pelaporan keberlanjutan.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa realitas keberlanjutan yang tercermin dalam praktek pelaporan keberlanjutan pada Badan Usaha Milik Negara dari sektor tambang yang go public di Bursa Efek Indonesia dikenal sebagai keberlanjutan wajib dan keberlanjutan humanisme. Realitas keberlanjutan yang dikenal, terbatas pada keberlanjutan wajib yang sesuai dengan teori legitimasi yang kepadatan nilai-nilai kapitalistik. Padahal, kenyataannya keberlanjutan yang dikenal sebagai keberlanjutan humanisme sesuai dengan perspektif Habermas, yang seimbang peran manusia sebagai individu dan sebagai manusia sosial yang sekaligus, sebagai dasar pengembangan humanisme nilai-nilai. Sebagai upaya dalam mewujudkan keberlanjutan humanisme, setiap BUMN harus berpegang pada etika dan prinsip-prinsip moralitas yang berdasarkan hati nurani untuk mencapai keberhasilan nyata.

    Kata kunci: Dialektika Kritis, Refleksi Kritis, “Keberlanjutan” Realitas, Keberlanjutan Praktik Pelaporan, Habermas Perspektif.

    (diterjemahkan dengan Google Translate)

    PENDAHULUAN

    Isu “Green Concern” dan “Social Concern”, dewasa ini semakin mengemuka terkait dengan adanya berbagai kasus pencemaran lingkungan yang berdampak pada terganggunya kehidupan sosial umat manusia. Memang sulit dipercaya, bahwa dunia usaha baik di sektor publik maupun privat yang pada awalnya diharapkan sebagai tumpuan hidup rakyat, ternyata telah menjadi biang keladi dari semua ini. Dikatakan demikian, karena dunia usaha banyak berpijak pada konsep kapitalisme yang lebih mengutamakan pemaksimalan kemakmuran pemilik modal (capitalist) ketimbang stakeholders lainnya. Sebagai akibatnya, akuntansi pun direkayasa oleh para oknumnya dengan cara menempatkan laba sebagai tujuan tertinggi, dan memandang aspek lain memiliki prioritas di bawah itu (Maradona, 2009:3). Menurut Galtung dan Ikeda (1995) serta Rich (1996) dalam Chwastiak (1999), kapitalisme yang hanya berorientasi pada laba, telah merusak keseimbangan hidup manusia melalui stimulasi pengembangan potensi ekonomi secara berlebihan dan tidak memberi kontribusi bagi peningkatan kemakmuran, namun justru mengakibatkan terjadinya penurunan kondisi sosial.

    Akuntansi sebagai suatu disiplin ilmu kemudian mengangkat isu sosial dan isu lingkungan melalui mekanisme akuntansi pertanggungjawaban sosial dan lingkungan (APSL). Penelitian-penelitian terkait Akuntansi Sosial dan Akuntansi Lingkungan telah banyak dilakukan oleh para ilmuwan akuntansi baik di luar negeri maupun di Indonesia. Penelitian Parsa dan Kouhy (2002) menemukan bahwa pengungkapan informasi sosial pada perusahaan-perusahaan di Inggris (sebagai proxy dari negara maju) adalah berbeda-beda dan dipengaruhi oleh kinerja keuangan (profitabilitas) perusahaan. Penelitian Villiers dan Staden (2006) menemukan bahwa pengungkapan informasi lingkungan pada perusahaan-perusahaan di Afrika (sebagai proxy dari negara berkembang) dipengaruhi oleh dampak yang ditimbulkan perusahaan terhadap lingkungan. Sementara itu, penelitian mengenai APSL di Indonesia antara lain dilakukan oleh Anggraini (2006), menemukan bahwa semakin besar persentase kepemilikan manajemen pada perusahaan-perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta maka pengungkapan informasi sosial akan semakin luas.

    Menurut beberapa literatur serta berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dijabarkan di atas, salah satu teori yang sering dijadikan sebagai dasar untuk mengkaji praktik sustainability reporting adalah legitimacy theory (Parsa dan Kouhy, 2002; Tilling, 2004). Penggunaan legitimacy theory sebagai alat analisis akan menunjukkan bahwa praktik sustainability reporting yang dilakukan perusahaan pada umumnya bertujuan untuk memperoleh legitimasi sosial agar direspon positif oleh para pelaku pasar (Warta Ekonomi, 2006). Apabila ditelusuri secara lebih mendalam, penggunaan legitimacy theory akan menciptakan tendensi bahwa praktik sustainability reporting yang dilakukan perusahaan bukanlah untuk kepentingan sosial maupun lingkungan, namun semata-mata sebagai proses legitimasi (pembenaran) atas segala aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam memaksimalkan laba. ….

    [wpfilebase tag=file path=’sna14/004.pdf’ /]

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.