Keberadaan komite audit pada perusahaan publik di Indonesia diatur berdasarkan SK Bapepam LK No. Kep. 29/PM/2004, yang menyatakan bahwa komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. SK tersebut sudah diubah menjadi Peraturan Nomor IX.I.5, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP-643/BL/2012 tanggal 7 Desember 2012 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Per 1 Januari 2013, regulator yang menerbitkan peraturan bagi perusahaan publik bukan lagi Bapepam-LK tapi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Peraturan tersebut antara lain mencakup struktur, keanggotaan, tugas dan tanggung jawab komite audit. Komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang anggota yang bersal dari Komisaris Independen dan Pihak dari luar Emiten atau Perusahaan Publik. Ketua Komite Audit adalah Komisaris Independen. Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen dalam sistem pengendalian perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian.

Efektivitas komite audit sangat penting dalam membantu dewan komisaris terkait kredibilitas penyusunan laporan keuangan. Beberapa penelitian terdahulu mengenai efektivitas komite audit, mencakup: independensi, jumlah anggota yang memadai, aktivitas, kompetensi dalam bidang keuangan (Zou & Chen, 2004; Anderson et al., 2006, Lin et al., 2006; Dhaliwal et al., 2007, Hermawan, 2009). Dengan sejumlah karakteristik tersebut, komite audit diharapkan dapat memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan leuangan dan berperan secara efektif dalam mendeteksi kesalahan penyajian laporan keuangan yang material (Scrabrough et al, 1998 dan Raghunandan et al., 2001).

Klein (2002b) yang menemukan bahwa komite audit independen tidak mengurangi manajemen laba para perusahaan-perusahaan di US. Sementara itu, Xie et al. (2003) berargumen bahwa manajemen laba lebih sedikit kemungkinanannya terjadi pada perusahaan-perusahaan yang memiliki komite audit aktif dan memiliki latar belakang korporasi atau investment banking. Sejalan dengan, Bédard et al. (2004) yang menyatakan bahwa manajemen laba yang agresif berkurang dalam proporsi komite audit yang memiliki keahlian dan indikator independensi. Sedangkan penelitian di luar US, (Beasley, 1996; Peasnell et al. 2005) menemukan tidak ada bukti bahwa keberadaan komite audit secara langsung mempengaruhi peningkatan atau penurunan manipulasi laba pada perusahaan perusahaan di Inggris. Carcello et al. (2006) menyelidiki hubungan antara keahlian komite audit di bidang keuangan dan manajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keahlian komite audit independen di bidang keuangan terbukti efektif mengurangi manajemen laba.

Sedang penelitian di Indonesia (Siregar dan Utama, 2006) menunjukkan kecenderungan bahwa keberadaan komite audit ternyata tidak berpengaruh terhadap jenis manajemen laba perusahaan. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan Wedari (2004) dan Parulian (2004) yang menyatakan bahwa dikresionari akrual (proksi manajemen laba) lebih rendah pada perusahaan-perusahaan yang memiliki komite audit dibandingkan dengan perusahaanperusahaan yang tidak memiliki komite audit.