JUDUL JURNAL (SNA 14) : APAKAH TRANSAKSI PIHAK HUBUNGAN ISTIMEWA MERUPAKAN INSENTIF UNTUK MELAKUKAN MANAJEMEN LABA ?
Penulis Jurnal : Aria Farahmita (Universitas Indonesia)
Pendahuluan
Perhatian terhadap transaksi yang melibatkan pihak istimewa belakangan ini semakin meningkat. Salah satunya disebabkan oleh kecurangan besar yang dilakukan Enron di Amerika, dan berakhir pada kebangkrutan. Kecurangan akuntansi yang dilakukan oleh Enron melibatkan transaksi dengan pihak hubungan istimewa. Peristiwa ini mengakibatkan para regulator kemudian mulai memberikan mekanisme pengawasan yang lebih ketat terhadap transaksi dengan pihak hubungan istimewa. Pengguna laporan keuangan pun kemudian memandang bahwa keberadaan transaksi pihak istimewa sebagai indikator peningkatan kemungkinan dilakukannya aggressive accounting. Sherman & Young (2001), mengidentifikasi area yang memungkinkan terjadinya aggressive accounting, salah satunya adalah transaksi pihak hubungan istimewa atau related party transaction (RPT), yang memungkinkan perusahaan dapat secara arbitrer menaikkan laba.
Penelitian tentang manajemen laba di Indonesia juga sudah cukup banyak, namun belum ada yang berfokus untuk melihat hubungan RPT dengan manajemen laba. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris tentang hubungan antara RPT dengan manajemen laba di Indonesia.
Dalam perkembangan ilmu manajemen laba, telah diteliti beberapa faktor yang diduga menjadi insentif dilakukannya manajemen laba, diantaranya yaitu mengamankan bonus manajemen, melindungi perusahaan dari persyaratan hutang, dan meningkatkan kinerja selama proses IPO. Penelitian ini memberikan kontribusi dalam hal mengidentifikasi motivasi lain dilakukannya manajemen laba, yaitu untuk menutupi atau menyamarkan RPT yang apriori merugikan yang dilakukan oleh manajemen atau pemegang saham pengendali.
Hipotesis
- H1a: Perusahaan yang melakukan RPT apriori merugikan mempunyai akrual diskresioner yang lebih tinggi dibanding perusahaan yang tidak melakukan RPT.
- H1b: Perusahaan yang melakukan RPT apriori tidak merugikan mempunyai akrual diskresioner yang berbeda dibanding perusahaan yang tidak melakukan RPT.
- H2a: Perusahaan yang melakukan RPT yang apriori merugikan akan mempunyai akrual diskresioner yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang melakukan RPT yang apriori tidak merugikan.
- H2b: Besaran (size) transaksi RPT berpengaruh terhadap akrual diskresioner yang dilakukan perusahaan.
- H2c: Pengaruh besaran (size) transaksi RPT yang apriori merugikan terhadap akrual diskresioner akan lebih positif dibanding dengan transaksi RPT yang apriori tidak merugikan.
[wpfilebase tag=file path=’sna14/036.pdf’ /]