Judul Jurnal : Interpretasi Pajak Dan Implikasinya Menurut Perspektif Wajib Pajak Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (Sebuah Studi Interpretif)
Penulis : Mutiara Mutiah Gita Arasy Harwida Fitri Ahmad Kurniawan Fakultas Ekonomi Universitas Trunojoyo
Abstract
UKM adalah aset bangsa yang memberikan kontribusi lebih dari 50% dari Produk Domestik Bruto di Indonesia (PDB) struktur. Bahkan, pertumbuhan jumlah UKM ‘tidak diikuti oleh peningkatan penerimaan pajak dari sektor ini. Selain itu, sebagai efek, sektor UKM menjadi objek pajak ekstensifikasi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Selain itu, beberapa penelitian menemukan bahwa UKM juga tidak berguna dalam membuat laporan keuangan sebagai informasi dasar untuk menghitung pajak penghasilan. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk menggali penafsiran UKM terhadap perpajakan dan implikasinya.
Informan penelitian ini adalah pembayar pajak UKM yang tinggal di Kabupaten Bangkalan yang mewakili wajib pajak pribadi atau non-individu yang bisnisnya berada di industri, perdagangan, atau sektor jasa. Semua data dikumpulkan dari wawancara langsung dengan informan dan dianalisis dengan menggunakan pendekatan fenomenologis. Selain aktivis UKM penelitian ini juga diposisikan petugas pajak sebagai informan untuk mengkonfirmasi semua informasi yang diperoleh dari informan UKM.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penafsiran informan UKM terhadap perpajakan hampir terkait dengan zat inti yang adalah sebagai tanggung jawab, dikeluarkan oleh pemerintah untuk memperhatikan kepentingan umum dan berdasarkan hukum dan regulasi. Namun, tidak semua informan UKM mampu melaksanakan kewajiban perpajakan mereka dengan tepat. Selain itu, mereka berpendapat bahwa kewajiban perpajakan dan implikasinya cenderung menempatkan mereka dalam situasi rumit karena mereka harus melakukan banyak hal untuk memenuhi kewajiban mereka mengenai perpajakan.
Kata Kunci: Perpajakan dan Implikasinya, Interpretasi, Laporan Keuangan, UKM
Disaat Indonesia mengalami krisis, yang mampu bertahan dikala deburan ombak keterpurukan hanyalah UMKM. UMKM ibarat sebuah pioner bangsa yang mampu menjelma sebagai dewa penyelamat disaat keterpurukan terjadi. Perekonomian Indonesia sesungguhnya secara riil digerakkan oleh para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Kelompok usaha ini telah terbukti mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan ekspor. Kontribusinya secara total dalam PDB sebesar 55,6%, mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 96,18% dengan nilai investasi 52,9% dan kinerja ekspor non migas mencapai 20,2% (Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, 2009). Dari besarnya penerimaan negara yang berasal dari sektor UMKM, maka akan berpotensi besar pula jumlah penerimaan pajak dari sektor tersebut. Jumlah UMKM yang dari tahun ke tahun semakin menjamur, memberikan peluang kepada pemerintah untuk membidik sektor ini dalam upaya ekstensifikasi pajak. Namun, hal tersebut tidak mudah karena dimungkinkan adanya berbagai penafsiran dari Wajib Pajak UMKM dalam hal perpajakannya. Dan fakta di lapangan menunjukkan tumbuhnya UMKM tidak seiring dengan jumlah kenaikan penerimaan pajak (DJP, 2009). UMKM merupakan suatu usaha yang identik dengan kesederhanaan, sehingga dalam hal pembuatan laporan keuangan juga masih sederhana. Laporan keuangan hanya sebatas sebuah pencatatan mengenai jumlah pembelian dan penjualan yang dapat dicapai selama kegiatan operasionalnya.
Beberapa penelitian tentang praktek akuntansi keuangan pada UMKM menunjukkan bahwa masih rendah dan memiliki banyak kelemahan (Suhairi & Wahdini, 2006; Raharjo & Ali, 1993; Benjamin, 1990; Muntoro, 1990). Pihak bank dan fiskus seringkali mengeluhkan ketidakmampuan dan atau kelemahan-kelemahan UMKM dalam menyusun laporan keuangan. Dari beberapa hasil penelitian yang menunjukkan kesulitan atau kelemahan UMKM dalam menyusun laporan keuangan, maka akan membawa dampak dalam menentukan jumlah penghasilan kena pajak. Sulitnya menghitung pajak, merupakan salah satu yang sering dikeluhkan masyarakat bila berhubungan dengan kantor pajak. Bukan hanya Wajib Pajak (WP) orang pribadi, WP badan juga mengalami hal yang sama. Padahal, bagi WP badan, ada kewajiban membuat laporan keuangan (Direktorat Jenderal Pajak, 2009)
[wpfilebase tag=file path=’sna14/012.pdf’ /]