SISTEM REMUNERASI DAN PENETAPAN SASARAN KERJA: EFEKNYA PADA MOTIVASI DAN KINERJA PEGAWAI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK
(Studi Empiris pada Badan Pusat Statistik Se-Provinsi Jawa Timur)
Heri Tribowo dan Heru Tjaraka (Universitas Airlangga)
Permasalahan birokrasi di Indonesia disebabkan oleh faktor organisasi dan peraturanperundang-undangan di bidang aparatur yang masih terjadi tumpang tindih, serta faktor sumber dayamanusia (SDM) dan manajemen pemerintahan (Abubakar, 2014).Faktor SDM memiliki peran yangstrategis dan menentukan karena sebagai pengelola sekaligus menjadi penentu keberhasilan dalampencapaian tujuan organisasi (Pasaribu, 2013).
Penerapan sistem remunerasi berbasis kinerja pada BPS adalah implementasi anggaranberbasis kinerja (performance based budgeting) dalam mewujudkan akuntabilitas publik, yakni sistempenganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi danrencana strategis organisasi (Bastian, 2006:171). Anggaran berbasis kinerja diatur dalam UndangUndang No.17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, yaitu bahwa rencana kerja dan anggaran disusunberdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai berlandaskan asas kinerja.
Sistem remunerasi yang efektif sangat dibutuhkan untuk menyelaraskan antara kepentinganpegawai dengan organisasi, dan harus dapat mewujudkan prinsip adil dan layak.Sistem remunerasiBPS menerapkan penyetaraan atau penyamaan remunerasi yang diterima, yakni berdasarkan gradeatau tingkat jabatan.Terkait dengan hal itu, terdapat permasalahan yang dapat menyebabkankecemburuan atau ketidakadilan di antara KSK yang bertugas di Provinsi Jawa Timur oleh karenapada tingkat jabatan yang sama, beban kerja KSK pada tiap BPS Kabupaten/Kota berbeda.
Gambaran kinerja KSK Se-Provinsi Jawa Timur tahun 2014 sebagai pelaksanaanpengukuran kinerja individu dan dijadikan dasar penilaian kinerja pegawai serta pemberian tunjangankinerja dalam sistem remunerasi yang diterapkan di BPS dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan tabeltersebut, terlihat bahwa selama periode waktu tahun 2014 selalu terjadi pelanggaran disiplin yangdilakukan oleh KSK di Provinsi Jawa Timur setiap bulannya.Secara rata-rata, angka ketidakhadirantanpa keterangan memperlihatkan bahwa sebanyak 48 persen atau hampir separuh dari jumlah KSKSe-Provinsi Jawa Timur telah melakukan pelanggaran disiplin tersebut.
Data CKP menunjukkan bahwa kinerja KSK juga masih belum maksimal, yakni denganpersentase rata-rata sebesar 96,28 persen. Angka ini mengindikasikan bahwa target pekerjaan yangseharusnya dapat diselesaikan oleh KSK masih belum seluruhnya terealisasi. Hal ini tentunya sangatberpengaruh pada kuantitas dan kelengkapan data serta kualitas dan tingkat akurasi data yangdihasilkan oleh BPS, mengingat KSK adalah petugas yang memiliki peran penting dalampengumpulan data BPS di lapangan.
Sumber : Jurnal Akuntansi / Simposium Nasional Akuntansi XIX (SNA 19) Lampung – Download